Lembutnya Ngeseks Bareng Ibu - Kumpulan Artikel Cerita Seks Terbaru

Update Terbaru

Kumpulan Artikel Cerita Seks Terbaru

Kumpulan Cerita Seks & Foto Bugil Terbaru

Selasa, 27 Oktober 2020

Lembutnya Ngeseks Bareng Ibu

Aku terlahir dari keluarga sederhana, bahkan cenderung kekurangan. Bapakku seorang tentara berpangkat rendah, mungkin itu sebabnya ia sangat keras pada aku anak semata wayangnya. Bahkan pada ibu pun dia sangat keras. Ibu adalah seorang guru ngaji di kompleks perumahan sederhana yang dikhususkan buat keluarga tentara berpangkat rendah. Saking kerasnya bapak, aku sering dihajar jika nilai ulangan atau raporku jelek. Seperti saat itu, pada saat kelulusan di tahun 2010, nilai NEM ku terbilang sangat rendah. Aku habis dibego-bego oleh bapak, pipiku dua kali kena gampar, dan jidatku ditunjuk tunjuknya dengan keras hingga aku terdorong ke belakang.
Setelah kejadian itu hidupku tak memiliki lagi kebebasan layaknya anak-anak lain seusiaku. Sebagai hukuman dan tanda ketidak puasan bapak terhadapku, aku tidak diijinkannya main keluar. Pagi-pagi sebelum berangkat sekolah, aku harus nyapu, ngepel seluruh rumah, dan membersihkan halaman. Sedangkan sepulang sekolah aku mengikuti les di sebuah lembaga bimbingan belajar, sore aku mencuci motor bapak yang sudah pulang kerja, lepas magrib membantu ibu yang mengajar ngaji di mesjid. Dan belum cukup sampai disitu, biasanya malam aku memijiti kaki bapak hingga bapak tertidur.

Seperti saat itu, aku tengah memijiti kaki bapak yang tidur tengkurap di depan TV. Nafasnya terdengar berat namun aku tidak berani berhenti memijat. Tugasku adalah memijiti kaki bapak dari jam 8 hingga jam 9 malam - Tepat - Tak kurang dan tak lebih. Dan itu masih 30 menit lagi. Hari ini aku capek sekali setelah tadi pelajaran olah raga, hingga berkali-kali kepalaku terkantuk-kantuk. Tapi aku terus memijiti kaki bapak. Sialan, suara tiktok detak jam dinding itu sepertinya sangat monoton dan membuatku ngantuk.

"Dedi...." kudengar ibu memanggilku pelan dari belakangku.
"Ya bu" jawabku.
"Udah sana kamu istirahat nak" mungkin ibu kasihan sama aku.
"Ah nanti bapak marah bu" sambil terus kupijiti kaki bapak yang keras dan besar itu. Mana berani aku melawan perintah bapak yang tak kenal kompromi.
"Udah cepet sana, lagian bapak udah tidur tuh"

Aku ragu, lalu memalingkan wajahku ke arah ibu yang duduk di sofa di belakangku. Kami bertatapan, dan ibu memberi isyarat agar aku ke kamarku saja. Ah, tapi aku takut. Dan aku mengernyit meminta kepastian pada ibu.

"Biarin ibu yang lanjutin mijit bapak" katanya ambil sekali lagi memberi isyarat dengan memanyunkan mulutnya menunjuk ke kamar.

Ibuku ini kebalikannya dari bapakku. Dia sangat lembut, dan itu sangat ditunjang oleh tubuhnya yang kecil langsing, sementara tubuh bapak tinggi besar. Kulit ibu putih sebagaimana umumnya perempuan Sunda, dan bapakku hitam legam karena sering terbakar matahari. Rambut ibu hitam panjang lurus sepunggung, dan rambut bapak keras pendek seperti ijuk. Sangat kontras perbedaan mereka.

Ibu bangkit dari kursi sofa lalu duduk disebelahku dan mendorong tubuhku pelan agar memberi ruang buat ibu menggantikan aku memijiti bapak. Aku masih bertahan karena biar gimanapun aku takut bapak marah. Ibu mendorongku lebih keras dengan bahunya, tapi aku masih bertahan.
"Cepet sana" kataya sambil melotot. Untuk menambah tenaga dorongan, kaki kiri ibu terlipat dan diduduki pantatnya, sementara kaki kanannya menekuk seperti orang makan di warung lalu mendorongku kuat.

Saat ibu menekuk dan mendorongku, ujung dasternya tersingkap hingga ke pangkal paha dan sekilas kulihat selangkangan ibu. Samar-samar celana dalam warna krem itu terlihat sekilas. Lampu neon 10 watt diatas ruangan menelusupkan cahayanya ke balik daster ibu yang tersingkap, tepat menerangi gundukan yang terlihat empuk itu. Aku terkesiap, dan lengah sehingga tubuhku berhasil didorong ibu.
"Udah sana cepetan tidur"bisiknya.

Perlahan, dengan hati masih takut aku bangkit lalu masuk ke kamarku yang hanya bertutupkan kain gordeng. Ya, pintu kamar kami tidak ada pintunya, baik kamarku maupun kamar orang tuaku. Hanya ditutup gordeng saja. Pintu itu telah bobrok entah dari kapan aku tidak ingat. Sekilas sebelum masuk kamar aku melirik ibu yang sudah mulai memijiti kaki bapak. Ujung dasternya masih tersingkap memperlihatkan kaki ibu yang putih. Aku berdebar, tapi kulanjutkan masuk ke kamar dan merebahkan tubuh kurusku ke kasur yang digelar di lantai.

Aku sudah sedikit-sedikit paham mengenai sex yang sering kulihat dari hp temenku. Aku tidak punya hp, coba kalau punya pasti aku lebih sering nonton 3GP bokep itu hahaha. Yah, segala hal tentang perempuan hanya bisa kuketahui dari tontonan yg cuman sebentar-sebentar itu. Saat teman-temanku pacaran dan bercerita bagaimana mereka berciuman dan meremas-remas dada pacarnya, aku hanya bisa membayangkan saja. Bahkan beberapa orang dari mereka sudah melakukan petting, hubungan sex dengan hanya menggesekkan kelamin tanpa dimasukkan. Aku tentu penasaran, tapi apa daya aku tak berani berpacaran karena takut bapak. Lagipula, pacaran bukannya butuh biaya ? sementara ongkospun aku pas-pasan.

Saat berbaring, aku teringat kembali pemandangan tadi yang membuatku berdebar. Ibu itu cantik, sekilas mirip Yuni Sh*** penyanyi itu loh. Bahkan menurutku mirip sekali, tapi ibu jauh lebih muda. Namun wajah serta postur tubuhnya memang akan mengingatkan kita pada penyanyi itu. Aku masih membayangkan sepertinya betapa empuknya bagian yang tertutup celana dalam tadi. Dan kemaluanku tegang. Aku membalik badan dan memejamkan mata, mencoba tidur dan melupakan pemandangan tadi.


Baru saja aku mulai akan tertidur, kupingku mendengar suara batuk bapak.
Degg..... jantungku berdebar kencang, dan kantukku hilang. Aduuuuh..... bapak terbangun. Tak lama kemudian kudengar suara bapak bertanya.
"Loh, kok kamu bu ? Mana si Dedi ?" suara bapak itu berat dalam dan serak, ah serem pokoknya kalau kalian dengar.
"Tadi ibu suruh tidur.... kasian dia capek"
"Aah anak manja, berani beraninya melawan perintah bapak" aku meringkuk ketakutan dan berpura pura tidur, takut disiksa bapak.
"Eeeh paaak..... jangan, kasian dia pak" dan kudengar gumaman-gumaman tidak jelas antara ibu dan bapak, lalu terdengar pula suara bak buk. Aduh apakah ibu disiksa bapak ?
"Sini pak..... ibu peluk ya..." dan suara bapak bergumam tak jelas lagi, kemudian suara kusrak-kusrak seperti orang bergumul, lalu sepi.

Aku menahan nafas, berusaha menajamkan kuping dan mendengarkan baik-baik mencoba menembus suara detak jantungku yang berdegup kencang seperti beduk. Tak kudengar apa-apa, kemudian aku membuka mata namun kamarku gelap tanpa lampu. Hanya kulihat samar cahaya dari ruang tengah yang menembus sela-sela gordeng di pintu kamar.

"Eeeh pak..... jangan..... biarin Dedi tidur pak"
"Kebiasaan, harus dihajar" suara bapak itu membuatku terpejam lagi.
"Sini pak.... bapak hajar ibu aja, jangan Dedi" suara ibu terdengar memelas dan memohon.
"Atau bapak boleh lakukan apapun yang bapak mau ke ibu, terserah bapak, ibu nurut". Dan kemudian terdengar gumaman-gumaman tak jelas.
Aku khawatir sama ibu, takut diapa-apain. Apalagi tak berapa lama kemudian terdengar suara merintih rintih.

Dengan menguatkan hati, aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan perlahan untuk menyerahkan diri pada bapak agar ibu tidak disiksa. Tetapi saat aku berada di dekat gordeng pintu kamar, dapat kulihat sesuatu yang membuat aku tertegun. Di ujung sofa, aku melihat bapak duduk dengan sarung merosot kebawah. Ibu sedang berlutut di hadapan bapak dan kepala ibu naik turun perlahan. Mata bapak terpejam.

Jantungku berdetak kencang, lebih kencang daripada tadi saat ketakutan. Aku tidak jadi keluar kamar, tetapi tidak kembali ke tempat tidur. Ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Tubuh ibu setengah telanjang, hanya mengenakan celana dalam dan beha dengan warna senada. Tubuh langsing kecilnya membelakangiku. menampakkan pinggang rampingnya dengan buah pantat tertutup celana dalam krem. Waw.... aku ternganga menikmati indahnya tubuh ibu. Beberapa kali kudengar ibu seperti tersedak saat tangan bapak menekan kepala ibu sambil memerintah "Telan yang dalem !".
Aku tidak bisa melihat semua, tapi sangat patut diduga bahwa ibu tengah nyepong bapak. Dan dari suara ibu yang megap-megap maka dugaanku bahwa barang punya bapak pasti besar atau panjang, atau besar dan panjang.

Terdengar suara ibu menggumam berusaha bicara, dan bapak hanya tersenyum menatap ibu.
"Kan ibu bilang bapak boleh ngapain aja"
Ibu menggumam lagi tak jelas.
"Telan terus yang dalem...... sampe tenggorokan" suara bapak memerintah.
Ibu tersedak.
"Terus bu..... jangan kena gigi"
Kepala ibu bergerak lagi turun naik.
"Aaaaah....." bapak merintih sekarang sambil matanya menatap keatas.
Kedua tangan bapak menekan lagi kepala ibu dalam-dalam .

Setelah beberapa lama seperti itu ibu tersedak dan megap-megap tak bisa bernafas, ibu berusaha mengangkat kepalanya tetapi tangan kanan bapak terus menekan kepala ibu. Terus ditekan tak memberi kesempatan untuk ibu bernafas. Lama-lama ibu berontak, tangannya berusaha mendorong tubuh bapak, tapi kulihat bapak malah tersenyum sambil terus menekan kepala ibu. Kaki ibu sekarang berkelojotan kesana kemari menendang-nendang lantai. Dan ketika ibu mulai kelihatan lemas dan gerakan-gerakan ibu tak lagi sekeras tadi, tiba-tiba bapak menggerung "Hekkkkk....." dan tubuhnya sekarang kelojotan.
"Oooooh..... Rini..... enak sekali....."
Dan bapak melepaskan ibu yang langsung ambruk di lantai, megap-megap mengambil nafas, muntah, lalu terbatuk-batuk. Tubuh ibu kemudian terlentang di lantai dengan kaki tertekuk. Dari sela-sela bibir ibu keluarlah cairan putih meleleh di pipi dan ke lehernya. Matanya terpejam.

Bapak bangkit ke kamar mandi meninggalkan ibu begitu saja. Aku bingung apa yang harus kulakukan, hanya bisa berdiri mematung di balik goreng kamarku, bersembunyi dalam gelapnya kamar.

Deburan air yang berhenti menandakan bapak sudah selesai bersih-bersih. Lewatlah bapak di ruang tengah dengan masih keadaan bertelanjang di bagian bawah tubuhnya. Ya ampun, barang bapak besar sekali.

Rupanya bapak tidak menghampiri ibu, malah masuk ke kamar meninggalkan ibu yang tengah ambruk di lantai dengan kondisi menghawatirkan. Aku tetap berdiri mematung dalam gelap hingga kudengar bapak mendengkur keras.

Setelah bapak tertidur, aku baru berani keluar dari kamarku dan kuhampiri ibu, berlutut di samping kepalanya dan dan memanggilnya dengan berbisik.
"Bu...... ibu...." tapi ibu tak merespon.
"Ibu...... " dan mata ibu terbuka perlahan
"Dedi..... bantu ibu berdiri" bisiknya.
Aku membantunya berdiri, melingkarkan tangannya ke leherku dan memapahnya berjalan.
"Ke kamar mandi.... Ded...."

Ketika sampai di pintu kamar mandi, ibu berbisik.
"Kamu tidur aja Ded... ibu ngga apa-apa"
Aku menatap ibu, berusaha mencari keyakinan disana. Ibu meyakinkanku dengan senyuman lalu mengangguk lemah.
Pintu kamar mandipun tertutup, sekilas kulihat gundukan payudara ibu yang putih berlapis beha krem, dan gundukan di selangkangannya yang terlihat empuk.

Perlahan, aku kembali ke kamar dan merebahkan diri sambil memikirkan kejadian tadi. Aku harus ngobrol dengan ibu besok, pikirku. Ibu di kamar mandi lama sekali hingga akhirnya aku tertidur.

~Bersambung~