Lembutnya Ngeseks Bareng Ibu ( Part 6 ) - Kumpulan Artikel Cerita Seks Terbaru

Update Terbaru

Kumpulan Artikel Cerita Seks Terbaru

Kumpulan Cerita Seks & Foto Bugil Terbaru

Selasa, 03 November 2020

Lembutnya Ngeseks Bareng Ibu ( Part 6 )

Aku sedang tiduran sambil melamun diatas tempat tidur ketika ibu pulang dari mengajar ngaji. Ia tersenyum ketika melihat aku sudah mandi dan berganti baju."Nah, gitu dong anak ibu ganteng kalau udah mandi dan ganti baju".
Akupun hanya tersenyum mendengar komentarnya. Dimana-mana yang namanya anak lelaki pasti selalu ganteng untuk ibunya, sejelek apapun anaknya.
"Dedi makan dulu ya, biar cepet sehat" kata ibu bernada memerintah.
"Iya bu"
"Sebentar ya, ibu ambilin. Yuk makannya di ruang tamu aja"

Ibu pergi ke dapur untuk mengambil makanan, aku melangkah ke ruang tamu dan duduk di sofa depan tv. Ibu datang dari dapur dengan dua piring makanan di kedua tangannya.
"Satu buat Dedi, satu buat ibu, kita makan sama-sama yah" katanya sambil memberikan satu piring makanan jatahku. Aku menerimanya dan tersenyum melihat sayur tahu kesukaanku.
"Ibu kapan masaknya ?"
"Tadi sore" lalu dia duduk di sampingku.

Kami makan tanpa banyak bicara. Ibu makan sambil diam dan melihat tv. Hijab putihnya masih ia kenakan, begitu juga gamis putihnya belum diganti.
"Bu...."
"Ya Ded" jawabnya sambil menatapku
"Yang tadi itu kan..."
"Tadi ngga ada apa-apa, ibu seneng kamu udah mau ngomong, mandi, dan makan. Ibu pengen Dedi cepet sembuh" katanya memotong bicaraku sambil kembali matanya melihat TV.
"Tapi kan tadi..."
"Oh iya tadi tadi maaf ibu harus ngajar ngaji Ded" potongnya lagi.
"Bukan bu, waktu tadi kita.."
"Kita tadi ngobrol kan Ded, pokoknya kalau dedi udah mau bicara lagi maka ibu ngga akan merasa sepi. Kita cuma berdua Ded di dunia ini"

Aku bingung dengan ibu, sepertinya tidak mau membicarakan kejadian tadi. Kenapa ?
Aku memang tidak mengerti dengan keterbatasan daya fikir seorang remaja yang baru belasan tahun.
"Bu, Dedi...."
"Ssst..... ayo makannya cepet habisin"
Dan aku akhirnya meneruskan makanku sampai habis. Tenagaku berasa mulai berangsur pulih setelah makan. ibu masih makan ketika aku sudah selesai.
"ibu makannya lambat banget"
"Hehehe.... makan ngga boleh cepet-cepet, nanti tersedak"
"Iya sih bu, tapi Dedi masih lemes bu pengen tiduran"
"Yaudah kalo kamu mau tidur, kamu tidur aja duluan"
Aku diam, sebabnya aku ingin ngobrol pengalaman tadi yang teramat menarik untuk dibicarakan. Melihat aku masih tetap diam tak beranjak ke kamar, ibu segera menyelesaikan makannya yang sudah tinggal sedikit. Dia kemudian minum, lalu menaruh piring kosongnya di meja tamu.

"Dedi mau tidur di pangkuan ibu ?" tanyanya.
"Boleh bu ?"
Dan ibuku yang cantik itu mengangguk dan memberikan pangkuannya untuk kutiduri. Aku segera berbaring di sofa dengan kepala di pangkuan ibu. Tangan ibu otomatis mengusapi rambutku.
"Bapak sekarang kemana bu ?"
"Bapak sekarang ngga tau kemana, tapi mungkin akan segera diproses di kesatuannya"
"Kok waktu itu Bapak bisa tiba-tiba pulang ke rumah ? kan katanya dinas ke Aceh untuk beberapa bulan ?"
Ibu menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Tangannya sekarang menguwel-uwel rambutku.
"Bapak katanya diminta mengawal Brigjen Agus pulang dari Aceh. Karena Brigjen Agus bawa barang banyak maka bapak jadi ajudannya. Ya kasarnya jadi tukang ngangkut barang bawaan sih, kan bapak cuman pangkat kopral satu. Terus setelah nganter, bapak harusnya langsung balik ke Airport untuk kembali ke Aceh. Tapi bapak merasa punya waktu, jadi dia nengok ibu dulu"
Ibu menjelaskan panjang lebar.
"Ooh... gitu"
Ibu mengangguk mengiyakan.
"Nengok ibu ? kok waktu itu Dedi pulang ga ngeliat ibu dan bapak ?
"Lagi ngobrol di kamar" jawab ibu pendek.
"Hmmm ngobrol apa sedang.."
"Ngobrol, kaya kita tadi sore kan ngobrol" potong ibu.

Ooh... aku mulai paham. Jadi yang dimaksud ngobrol adalah itu, dan ibu tidak mau membicarakannya.

"Terus ibu sama bapak sering ngobrol ?"
"Bapak kamu seneng banget ngobrol sama ibu"
"Tiap malem ?"
Ibu sejenak berpikir, seperti mengingat ngingat.
"Iya hampir tiap malem bapak ngajak ngobrol ibu"
Aku mulai paham permainan kata-kata ibu. Kalau nanya-nya menggunakan istilah yang digunakan oleh ibu, maka ibu akan menjawab. Tapi kalau bicara secara langsung dan terus terang, dia akan memotong bicaraku.
Aku agak penasaran akan sesuatu, jadi aku bertanya lagi.

"Ibu seneng ngobrol sama bapak ?"
Ibu kembali berpikir sejenak.
"Bapak kalau ngobrol lama dan bawel. Ngomongnya keras terus, kadang ibu capek melayani obrolan bapak. Terus obrolannya juga suka aneh-aneh"
"Aneh-aneh gimana bu ?"
"Ya aneh aja, ngobrolnya pengen ini itu yang ibu ngga suka"
"Oooh gitu...... " komentarku sambil merasakan nikmatnya sentuhan ibu di rambutku. Aku jadi ngantuk.

"Kalau Dedi pengen ngobrol dengan ibu disini gimana bu ?"
"Ih..........." katanya menghentikan elusannya di rambutku. "Disini ?" tanyanya.
"Iya pengen ngobrol disini sama ibu"
Ibu seperti ragu dan berfikir lama.
"Ibu mau diajak Dedi ngobrol karena pengen Dedi cepet sembuh. Ibu sayang banget sama Dedi soalnya.....bla bla bla" aku tidak terlalu mendengarkan apa yang dibicarakan ibu panjang lebar. Intinya aku satu-satunya yang berharga di dunia buatnya. Kita tidak punya siapa2 lagi selain satu sama lain. Saudarapun tidak ada yang dekat.

Sambil mendengar ibu bicara, aku merubah posisi. Sekarang tidur di paha ibu sambil menghadap ke arahnya. Hidungku nempel di perut bawahnya. Aku terus mendengarkan ibu bicara tanpa konsentrasi pada pembicaraannya. Aku lebih tertarik akan aroma khas tubuh ibu yang terpancar dari bawah perutnya. Disana lebih hangat juga dibanding bagian tubuh ibu lainnya. Gamis putihnya terasa halus di pipi dan hidungku. Aku menghirup dalam-dalam aroma yang terpancar sambil terpejam.

"Terus, kita bisa tinggal di rumah ini kalau bapak ngga disini ?"
"Bisa mungkin, ini kan rumah KPR yang dibantu ASABRI. Kita nyicil tiap bulan, tapi udah lunas"
"Oooh gitu....." komentarku lagi, tapi aku tidak terlalu paham, dan tidak ingin paham. Aku lebih ingin memeluk ibu sekarang.

Aku melingkarkan tanganku ke pinggangnya, menekan wajahku ke perutnya. Ibu kembali mengusap rambutku.

"Dedi pengen ngobrol sambil jongkok di depan ibu boleh ?"
"Terus, ibu gimana ?"
"Ya ibu duduk aja disini dengerin Dedi ngomong"
"Ih..... genit" katanya sambil mencubit perutku.
"Aduuuuh.... ibu.... seneng banget cubit perut"
"Dasar anak genit, masa pengen ngobrol sama ibu"
"Loh.... emangnya Dedi boleh ngobrol sama perempuan lain ?"
"Ih.... jangan...... Dedi janji jangan suka ngobrol sama perempuan lain !" katanya tegas.
"Iyaaa... iyaaaa...."
"Dedi pernah ngobrol sama perempuan lain ?
"Hmm... belum pernah bu...."
Dia tersenyum.
"Jangan ya.... walaupun katanya remaja2 sekarang sudah banyak yang pernah"
"Iya bu"

"Yaudah..... trus ibu dengerin Dedi ngomong aja ?"
"Iya.... Ibu diem aja dengerin yah"
"Yaudah" katanya sambil merebahkan punggungnya ke senderan sofa.

Disana, ibu cantikku duduk santai di sofa dengan bersandar pada sandaran sofa. Lalu tangannya bergerak melepaskan hijabnya.
"Jangan dibuka....." larangku.
"Kenapa.... ?" dia menatapku.
"Dedi suka ngobrol sama ibu sambil ibu pakai hijab"
"Ih anak ibu banyak maunyaaaaaa......" katanya sambil cemberut.

Tapi aku tidak perduli, aku biarin aja ibu cemberut. Pasti itu pura-pura cemberut doang. Dan benar saja kan, dia senyum lagi ketika melihat aku jongkok di hadapannya, diantara kedua kakinya yang terjuntai ke lantai. TV di belakangku entah menyiarkan apa, tapi perhatian ibu sekarang ke TV bukannya ke aku.
"Kok ibu nonton TV ?"
"Iiiih.... anak ibu cerewet.... yaudah ngobrol aja, ibu walaupun liat tv kan tetep dengerin"
"Yaudah" aku melanjutkan.

Dalam posisi berlutut disela kakinya, aku menempelkan wajahku ke perut bawahnya. Kedua tanganku melingkar di pinggang ibu dan bertautan di belakangnya.
Hmmmmmmhhhhhhhh...... aku menghirup aroma itu dalam-dalam.
Harum, membuat aku mabuk dalam nafsu yang tabu.
Aku kembali teringat teman-temanku di sekolah. Sedang apa mereka sekarang ? pasti sedang belajar. Betapa beruntungnya aku bisa 'ngobrol' dengan ibu seperti ini. Kalau mereka tahu... pasti pada sirik nih. Hahaha.... ah biarin aja.... hmmm... apa aku cerita ke Denny ya ? biar dia sirik.

Tititku tegang sekarang, dipicu oleh kehangatan tubuh ibu dan keharuman aroma tubuhnya yang menguar. Aku mundur sedikit dari perut ibu untuk sedikit demi sedikit secara perlahan menarik gamis ibu keatas.
Aku menikmati proses ini, seperti bioskop yang membuka layarnya perlahan untuk menampilkan film yang menarik dan menegangkan. Aku degdegan.

Kaki ibu yang putih mulai kelihatan sedikit demi sedikit. Aku terus menarik gamis putih ibu dengan menjawil kain di paha dan menarik keatas.
Sampai ujung gamisnya di bawah lutut, aku berhenti sebentar, melirik ke wajah ibu.
Ibu sedang melihatku tanpa ekspresi, kami beradu pandang sebentar tapi pandangan ibu kemudian beralih kembali ke tv, seakan tak menggubris apa yang kulakukan.

Dengan sedikit tenaga, aku merenggangkan kedua kaki ibu yang menjuntai. Ibu membuka kakinya lebih lebar sehingga bagian depan gamisnya yang sudah ketarik sampai ke lutut memberikan celah gelap di sela-sela pahanya.
Aku mengintip, menembus celah itu.
Samar-sama aku melihat di ujung sana ada sebentuk gundukan berbalut kain celana dalam berwarna putih.
Dengan sedikit sentuhan di lutut kiri dan kanan, aku merenggangkan kedua kakinya yang menjuntai ke lanti untuk membuka lebih lebar. Pandanganku menjadi lebih leluasa melihat celana dalam putih ibu.
Dari bentuknya saja aku tahu, pasti empuk.

Lutut kiri yang putih itu aku cium perlahan, mengambang, seolah hanya berada 1 milimeter dari bibirku, menghirup kehangatan dan merasakan kehalusannya. Pandanganku tetap ke celana dalam ibu.
Dengan menggunakan bibir, aku merayap ke atas lutut, sambil menggeser terus gamisnya yang makin terangkat lebih tinggi hingga perlahan sampai ke tengah paha, dan terus keatas hingga.....

"Hmmmmmhhhhhhhhhh" aku menghirup kehangatan dan aroma yang lebih kuat disana, di ujung pangkal paha ibu. Di hidungku telah menempel celana dalam ibu yang menggelembung montok.
Tahu kan rasanya ? aromanya ? kehangatannya, dengan perlahan semua rasa itu merayap menjalar dari balik celana dalam, ke permukaan gundukan empuk di hidungku, ke wajah, lalu ke seluruh tubuh. Ada yang sering melakukan seperti ini ?

Aku melirik kembali ke wajah ibu yang masih memandang tv.
Dengan sedikit tekanan, aku mendorong gundukan hangat itu dengan ujung hidung.
Empuk, dan aromanya makin kuat menguar, membuat nafsuku lebih terbakar.
Aku menekan berulangkali dengan hidungku melesak ke gundukan itu. Beberapa helai rambut hitam terlihat menerobos ke sela-sela pori kain celana dalam.
Ini.... tempat aku dulu keluar beberapa belas tahun lalu, dan sekarang aku tengah menatapnya. Bagai orang yang sedang pulang kampung setelah belasan tahun mengembara, sebentar menatap gapura pintu masuk kampungnya. Menikmati keindahan kampungnya, berusa merekam semua kenangan dan pemandangan.

Celana dalam yang ibu kenakan modelnya polos, warnanya putih, ada sedikit pita kupu-kupu kecil di ban pinggangnya. Bahannya terbuat dari bahan yang halus dan stretching seperti legging.
Aku mengangkat kedua lutut ibu keatas, sehingga telapak kakinya bisa menapak di ujung sofa dan kedua lututnya menjulang keatas. Di ujung sana, gundukan itu makin terbuka dan aku menyerbu nya rakus, menciuminya dengan hirupan yang dalam, menekan lebih dalam dengan ujung hidung hingga tengah-tengah celana dalamnya melesak kedalam, membentuk sebuah lipatan vertikal.
Lidahku keluar menyentuh-nyentuh celah vertikal yang masih terbungkus celana dalam.
Hangat.

Berulangkali aku menjepitnya dengan kedua bibirku, bahkan gundukan itu aku gigit pelan.

Ibu masih tetap saja menonton tv, bahkan tangan kanannya memindahkan saluran kesana kemari. Aku tidak perduli.
Berangkat dari rasa penasaran, dengan telunjuk kanan aku menjawil celana dalamnya di bagian gundukan itu, lalu menyeretnya ke samping secara perlahan.
Tanpa usaha yang sulit, celana dalam itu menguak melar kesamping, dan disana dibaliknya sebuah celah terpampang tepat di depan mataku.
Aaaah... itu memek ibukuuuu...... yang berbulu bulu.
Pikiranku sekarang kotor sekali, berbagai ucapan jorok terlintas di otakku.

Aku mendekatkan wajahku kesana dan menjulurkan lidahku....ingin menyentuhnya dan merasakannya di lidahku.
Tiba-tiba sebuah tangan menahan jidatku.
"Jangan....."
Tangan ibu menghalangi. Aku terheran.
"Ngobrolnya jangan sambil begitu....." katanya.
"Ke.... kenapa bu ?"
"Ngga boleh ya Ded"
"Ke... kenapa ?
"Ya jangan aja"
Uh.... gondok sekali..... rasanya seperti mau menelan gorengan bakwan tapi tiba-tiba bakwannya mental dan jatuh ke tanah.

Jadi, aku hanya bisa memandang ? ih menyebalkan.
Hmm.... kalau aq sentuh pakai jari dilarang nggak ya ?
Aku menjulurkan jari tengah lengan kananku.
Mencolek celah itu. Dan tidak dilarang.
Yasudah.... aku merabai celah memek ibu yang basah, menelusuri bibir vaginanya.
Memang benar-benar empuk dan hangat. Kalau bisa, mungkin tanganku ini pengen muncrat keenakan.

Aku memuaskan diri dengan merabai, menekan lembut, menepuk-nepuk, dan menguakkan celah memek ibu dan ternyata ibu diam saja tak menghalangi. Matanya kulirik masih terus melihat tv.
"Ibu dengerin kok kamu ngobrol" katanya
Jari tengahku tiba-tiba menyelinap ke celah yang menggiurkan itu.
Yang basah licin.
Wooooooow...... jari tengahku melesak, sampai ke pangkal jari.

Bayangkan rasanya.
Aku, berlutut di depan ibuku yang putih dan cantik berperawakan langsing.
Ibuku yang guru mengaji anak2 di mesjid kompleks, yang masih berhijab putih syar'i, dan masih mengenakan gamis yang tadi ia kenakan ke mesjid, yang kakinya terlipat dan menapak di pinggiran sofa, kedua lututnya renggang, pahanya yang putih mulus tanpa noda kecuali tahi lalat kecil itu mengangkang lebar, di pangkalnya ada gundukan tembem yang hangat, empuk, tempat aku dilahirkan, yang celana dalam putihnya berenda-renda dan tersibak kesamping, yang sekarang lobang memeknya terpampang dihiasi sedikit bulu-bulu halus keriting.
Yang lobang memeknya hangat terasa di jari tengahku.
Jari tengahku yang melesak sampai pangkalnya.
Yang lobang memeknya basah dan licin.
Yang bergerinjal-gerinjal berkerut bagai rimple bertumpuk-tumpuk.

Aku melirik ibu.
Dia terpejam.
Aku menggerakkan jari seperti mengail.
"mmmmmmmh....... "rintihnya.
Pemandangan paling seksi sedunia.
Sumpah.
Gambaran ini begitu tertanam di otakku, hingga sekarang setelah bertahun-tahun berlalu.

Aku menarik jariku, lalu mendekatkannya ke hidungku.
"Hmmmhhhhhhhhhhhhhhhhhh...."
Gusti..... aroma memek begitu terasa memabukkan.
Aku seperti mengisap sabu-sabu yang melenakan.

Kucicipi dengan lidahku.
Asin.... kesat..... tapi nikmat.
Tak tunggu lebih lama lagi, setelah cairan memek ibu habis kulumat, aku kembali memasukan jariku kesana untuk mengambil lebih banyak lagi.
Aaaah......
Tititku gatal sekali ujungnya
Ngga kuat buuuuuuuuuuuu.....
Pengen ngentot memek ibu yang lagi ngangkang.

Aku menarik kedua lutut ibu hingga seluruh tubuhnya tertarik kebawah.
Pantatnya sekarang tepat berada di pinggiran sofa, dengan kedua kaki mengangkang dan terbuka keatas. Celah celana dalam yang tersibak kesamping sekarang tepat berada di depan tititku yang masih bercelana pendek.
Aku tentu memerosotkan celana, berikut celana dalam. Dan tiba-tiba saja tititku terbebas, tegang seperti tonggak kayu, berkedut-kedut menagih perhatian, ujung kepalanya mengkilap oleh cairan licin, merasa gatal dan sangat sensitif.

Aku mendekat.
Aku mendekat.
Mendekat !!!

Hingga sebentar lagi ujung helm tititku akan menempel di bibir memek ibu.
Pasti rasanya akan enak seperti yang sering dikhayalkan.
Seperti dalam cerita-cerita porno di website.
Dan..... tititku sudah tak sabar ingin menyeruak, melesak, mengentot memek ibuku yang selalu mengenakan hijab.

Dan....
Ibu beringsut menjauh.
Ia menatapku tajam.
"Ded..... ngobrolnya jangan begini yah, kan kita ibu dan anak, ngga semua obrolan bisa diceritakan"

Hah ?
Aku tambah mangkel rasanya.
Dari tadi sudah membayangkan rasanya.
"Ibu........ Dedi pengen ngentotin memek ibuuuuuu" rengekku.
"Hah ? kamu ngomong apaan sih ?"
"Dedi ngga kuat pengen ngerasain ngentot memek" kataku jelas.
"Kita lagi ngobrol ya Ded, dan ngobrolnya jangan begini"
"Terus gimana dong ?"

Ibu, dengan jarinya yang lentik memegang tepat di leher tititku yang sedang tegak ibarat tombak. Aku langsung merasakan nikmat.
Padahal cuma dipegang oleh jarinya.
Belum sampai dipegang erat memeknya.
"Oooh.......nggggh...." erangku.

Perlahan ibu menarik tititku mendekat.
Lalu, cek... kucek... kucek....
"Aaaaaaaauuuuuch....." aku teriak

"Hah, kenapa Ded ? sakit ?"
"Nggak bu..... itu.... ngilu rasanya dioles-oles keras gitu di memek ibu"
"Ooooh...... ?" ibu keheranan.
Dan berikutnya, ibu menggesekkan kepala tititku yang mengkilap bengkak dengan perlahan dan penuh perasaan, di permukaan celah memeknya yang licin.

"Ngggggggggggggggghhhhh...." aku terpejam menikmati rasa ngilu yang enak.
Ibu mengolesnya mulai dari bawah, lalu bergerak perlahan keatas.
Kebawah lagi... dan keatas lagi.
"Begitu aja Ded ya, yaudah sekarang kamu ngomong lagi sendiri cerita ke ibu. Ibu dengerin lagi"
Aku nurut, pantatku turun naik bergerak-gerak, agar tititku yang menempel di permukaan celah memek ibu ikut bergerak menggeleser geleser turun naik ke sepanjang celah memeknya.

Aku ngga tau lagi harus bagaimana menggambarkan rasa itu.
Memek ibu enak sekali, walaupun cuman permukaannya saja.
Tidak percaya ???????
Kalian coba deh dengan ibu kalian.
Bayangin ibu yang sering kalian lihat itu tiap hari di rumah.
Tidak inginkah kalian melihat memeknya yang indah ?
Yang begitu enak ketika kalian gesek perlahan dengan ujung titit kalian yang sedang geli-geli gatal ?
Coba.
Aku jamin.

Rasa ngilu itu begitu meresap hingga ke sumsum tulang.
Aku menekan.... dengan posisi tititku yang tegang berdiri sejajar vertikal dengan celah memek ibu.
Plep....... batang tititku kutekan, dan terselimuti bibir memek ibu yang menganga manja. Sepanjang bibir-bibir memeknya menyelimuti batang tititku yang 10 cm.
Kecil menurut kalian ? ya.... terserah.
Kecil kecil gini sudah merasakan nikmatnya memek ibu sendiri.
Emang titit besar kalian pernah ?

Walaupun tidak masuk melesak kedalam lorong vaginanya, tapi diselimuti bibir vaginanya saja sudah memberikan rasa tiada tara.
Aku Menekan, uuh...... lembuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut sekali bibir memeknya membelai tititku.
Aku melirik ibu.
Dia menatapku tersenyum.
"Cerita kamu menarik ya..... coba terusin"
Aku menggeseknya naik.
Mata ibu terpejam.
Aku menggeseknya turun.
Mata ibu terbuka sayu.
Aku menggeseknya naik lagi, merasakan sepanjang bibir memeknya yang licin.
Menggelenyar rasanya.
Aku menekannya......

Dan tanpa disengaja, dalam dua menit aku menggeseki bibir memek ibu, aku tiba di suatu titik yang tak mungkin aku mundur lagi. Tak mungkin aku tahan karena itu adalah suatu saat dimana tak seorangpun tititnya akan mampu menahan kenikmatan yang diberikan oleh seorang perempuan, apalagi perempuan itu ibu kandung sendiri.

Aku berusaha menahannya.
Tapi rasa itu makin dekat.
Aku berjuang melawannya.
Rasa itu terus saja memuncak.
Aku mengeraskan kedua pantatku, mengejangkan kakiku, menahan nafasku, berusaha menahan agar tidak meledak.
Tapi... mana ada yang bisa .
Aku tidak sanggup.
Aku kalah oleh kenikmatan yang diberikan bibir memek ibu.

Pertahananku jebol dalam dua menit saja (kayanya.... bisa jadi cuman semenit)
Aku sambil mencekik leher tititku, menahannya berada di sela-sela bibir memek sumber segala kenikmatan itu.
Dan meledaklah tititku disana, di sela bibir memek ibu. Yang mungkin cuma pernah dimasuki titit besar bapak.
Croooooooooooooooooottttttttttttttttttttttttttt..... keras sekali
Menyembur... .banyak...... keras... jauh.... sampai ke wajah ibu.

Crooooooooooooootttttt..... aku mengedut, mengelojot.
Croooooooottttt ..... tubuhku runtuh oleh rasa nikmat.
Cairan demi cairan yang putih lengket, membasahi wajah ibu yang berhijab, ke gamisnya di bagian dada, ke gamisnya di bagian perut, ke bagian karet celana dalamnya yang berpita, ke celana dalamnya yang sebagian besar masih menyelimuti selangkangannya, dan terutama ke belahan bibir memeknya juga. Basahhhhhh
Penuhhhh oleh cairan spermaku yang muncrat seakan tidak berenti.

Tubuhku gemetaran didera kenikmatan.
Tubuhku goyah oleh rasa nikmat yang membuat jengah.
Lututku lemas tak mampu menanggung rasa yang luar biasa.
Dan aku ambruk, dengan bibir terbuka nganga, liur sedikit menetes pertanda bahagia.
Mataku sayu dan seperti terbalik keatas.

Ibu meraih tubuhku.
Memelukku erat dengan kedua tangan, dan menjepit pinggangku dengan kedua kakinya.
Tubuh kami bergulingan terjatuh dari sofa ke lantai.
Kepalaku sedikit terantuk meja, tapi tak kurasa.
Ibu masih mendekapku, memeknya masih menempel erat di tititku yang terus berkelojotan. Memek ibu masih terus memberikan sisa-sisa terakhir kenikmatan.
Kenikmatan yang tak akan pernah kalian temui dari memek manapun atau siapapun.
Memek ibu sendiri.

Nafasku memburu, ngosngosan.
Ibu menatapku sambil terus berusaha memberikan kenikmatan apa yang tersisa dengan gesekan bibir memeknya. Hingga akhirnya aku lemas disana.

"Udah ngobrolnya ?"
Aku mendengar, tapi tak mampu menjawab.
"Udah ya ? ibu mau ganti baju"
Aku mengangguk.
Ibu tersenyum, mencium keningku yang terbaring di lantai.
"Cepet sembuh ya Ded. Janji ?"
Aku mengangguk lemah.

Dan ibu meninggalkanku tak berdaya di lantai.

~Bersambung~