Lembutnya Ngeseks Bareng Ibu ( Part 8 ) - Kumpulan Artikel Cerita Seks Terbaru

Update Terbaru

Kumpulan Artikel Cerita Seks Terbaru

Kumpulan Cerita Seks & Foto Bugil Terbaru

Sabtu, 07 November 2020

Lembutnya Ngeseks Bareng Ibu ( Part 8 )

Terik matahari pada jam 2 siang itu sungguh membuat aku tak tahan untuk berjalan pulang ke rumah setelah seharian duduk di bangku sekolah. Selama pelajaran berlangsung, tak satupun dari pelajaran yang aku terima bisa masuk di otakku. Hanya satu hal yang ada dalam fikiranku yaitu untuk cepat-cepat pulang ke rumah. Denny yang berjalan berdampingan denganku terdengar nafasnya memburu."Lu ngejar apaan sih ?" tanya Denny di sela-sela tarikan nafas yang memburu. Sambil terus berjalan mataku meliriknya. Keringatnya ngocor membasahi kening.

"Gua lapar" jawabku, yang juga ngos-ngosan.
"Biasanya juga ngga kaya gini" Denny masih mengejar langkahku.

Sepuluh menit kemudian aku sudah berada di pintu pagar rumahku.
Klotrak..... slot pengunci sampai berbunyi keras saking terburu-burunya kubuka.
Brak..... kudorong pintu pagar besi itu lalu kututup lagi, tapi tubuh temanku menghalangi.
"Gua numpang minum dulu lah" katanya sambil menahan pintu pagar yang berusaha kututup. Sebuah cengiran menghiasi wajah jeleknya.
"Tapi gua mau pergi sama nyokap" sambil berusaha terus kututup pintu dan mendorong tubuhnya.
"Ah elah.... ngehe lu"
Dia lalu ngeloyor melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. Segera pintu gerbang kututup dan kucantolkan lagi slot pengunci.

"Eh udah pulang Ded....." sambut ibu ketika aku masuk ke dapur. Dia sedang mencuci piring sambil berdiri, baju yang dikenakannya adalah daster babydoll bergambar Hello Kitty. Cantik sekali walaupun aku melihatnya dari belakang. Pantatnya sedikit bergoyang-goyang dengan ujung daster melambai halus.
"Iya bu... " jawabku sambil ngos-ngosan. Bukan karena tadi berjalan kaki terburu-buru tapi lebih kepada ngos-ngosan karena nafsu melihat ibu ustadzah cantik ini terlihat seksi.
"Loh, kok ngos-ngosan begitu"
"Hehehe...... pengen cepet-cepet sampai" jawabku, tidak bohong juga kan, tapi tidak terlalu jujur juga.
"Emangnya kenapa pengen cepet sampai ?" tanya ibu sambil mesem.
"Hehehe......" kujawab dengan cengiran saja.
"Sana makan dulu, tadi ibu masak goreng ikan"
"Nanti aja bu, Dedi belum lapar kok" jawabku sambil menaruh tas sekolah di meja makan.

Aku menghampiri ibu dari belakang, menelusupkan kedua tanganku ke pinggangnya dan memeluk erat di bagian perutnya yang rata namun terasa empuk di kedua telapak tangan ini.
"Eh tumben pake peluk-peluk segala"
Aku cuman tertawa sambil menambah erat pelukan. Pantat ibu yang empuk terasa menekan lembut tititku yang perlahan menggeliat.
"Ayo ganti baju dulu sana" perintahnya.
Bukannya nurut, tapi malah kutekan lebih erat tubuhku ke tubuhnya membuat seluruh tubuhku dari mulai kaki sampai ke kepalaku menempel erat di tubuh ibu.
"Bu..... ngobrol yuk....." bisikku di telinganya.
Nafsuku tengah terbakar.
"Ibu lagi nyuci piring nih Ded, sebentar lagi waktunya Ashar juga kan"
"Ih ibu..... bentar aja ngobrolnya yuk"
"Nanti malem aja ngobrolnya ya Ded"
"Aaah ibu......"

Enggan sekali rasanya melepaskan pelukan ini. Seperti lintah, aku tetap menempel erat di tubuh ibu. Tititku yang sudah tegang menempel tepat di belahan pantatnya, berasa kelenyar-kelenyar ketika pantat ibu bergoyang menyelesaikan cucian.
Satu yang aku suka saat berdekatan dengan ibu adalah harum aroma tubuhnya yang bercampur dengan parfum. Kuhirup dalam-dalam.
"Kaya ngisep narkoba aja Ded... xixixi"
"Abisnya ibu wangi sih.... parfum apa sih bu?"
"Oooh ini bukan parfum, tapi cologne yang ibu suka dari jaman ibu belum nikah sama bapak"
"Cologne merk apa sih ?"
"Kenapa, Dedi mau beliin ? hehehe" goda ibu.
"Hehehe.... iya boleh, tapi Dedi minta duitnya sama ibu... hehehe"
"Ah, sama aja bo'ong itu sih hahaha"
"Hahaha...... btw... ibu nikah sama bapak umur berapa ? cerita dong bu"
"Hmmm.... umur 18, pas keluar sekolah SMA"
"Kok bisa sih umur segitu udah nikah ? Dedi boleh nikah juga umur segitu ?"
"Ih.... emang udah punya pacar ? emang udah bisa cari duit ?"
"Pacar udah ada...... Ibu Lilis Lisnawati namanya" kataku sambil mencium tengkuknya.
"Hahahaha..... kan aku ibu kamu Ded, masa pacaran"
"Emang kenapa kalau kita pacaran ? boleh aja kan ?"
"Hahaha.... terserahmulah anak bandel"

Ibu selesai mencuci tapi dia tidak bergerak dari pelukanku. Dia tetap berdiri didepan tempat cuci piring. Kedua tangannya sekarang bertelekan di pinggiran tempat cuci. Posisinya yang seperti ini membuat bahunya agak naik, dan tentu daster babydoll yang dikenakannyapun ikut naik terangkat sampai ke pangkal pahanya.
Tangan kiriku tetap memeluk ibu dengan telapak tangan menempel di perutnya. Tangan kananku melepaskan pelukan, bergerak kebawah mengusap paha mulusnya yang terekspos. Kehangatan menjalar di telapak kananku.

"Ibu mau diapain sih ?" tanyanya.
Tanganku merayap pelan ke atas paha, sampai kutemukan pinggiran celana dalamnya yang kemudian kususuri dengan jari tengahku mengikuti garis celana dalamnya mulai dari pantat, keatas, ke samping, lalu mengikutinya terus hingga ke bagian depan tepat di bagian terhangat. Disana, jari telunjuk dan tengahku menempel pada sebuah gundukan yang empuk. Kuusap perlahan gundukan itu sampai kutemukan bagian atas dari sebuah belahan. Jari tengahku menempel disana lalu bergerak menyusuri belahannya sampai ke bawah.

"Ibu mau Ashar......" katanya.
Jari tengahku yang sebelah kanan masih menyusuri belahan itu keatas kebawah, merasakan kelembutannya. Pelukan tangan kiriku kulepas, membuat tubuh kami renggang. Tapi bukan dengan niat menyudahi apa yang sedang kulakukan, melainkan dengan tangan kiri aku meraih ujung dasternya untuk kemudian diangkat keatas sampai pinggang.

Pantat ibu tidak terlalu besar tapi bentuknya sangat indah, agak nungging memperlihatan lekukan yang sangat indah dari pinggang yang ramping hinngga pantatnya. Celana dalam warna hitam membungkusnya ketat, sangat kontras dengan kulit pahanya yang putih. Air liurku sepertinya akan menetes jika melihat ini lebih lama lagi.
Tanpa malu-malu, aku memerosotkan celana seragamku beserta celana dalamnya langsung sampai ngelumbruk di mata kaki.

Tititku yang tegang mencuat berkedut-kedut, meminta segera dipuaskan. Kudekatkan dengan pantat ibu yang memancarkan kehangatan. Menempel di belahan pantatnya.
"Mmmmmmh......." segera saja aku merintih seketika. Celana dalam ibu yang halus lembut membuat tititku berkelenyar. Aku menekan tititku yang tegak, sampai menyelinap di sepanjang belahan pantat ibu.
"Jangan sekarang ngobrolnya Ded...."
Tak kugubris ucapan ibu. Tapi ibu bergerak, tubuhnya berbalik ke arahku hingga tubuh kami saling berhadapan, bertatapan. Tititku yang tegang sekarang menempel di gundukan memek ibu yang empuk.
Rasanya mau crot saat itu juga.....

"Bu..... ngobrol yuk.... Dedi kangen"
"Tiap hari ketemu masa kangen"
"Iya bu.... beneran, di sekolah juga kepikiran ibu terus"
"Ih kamu ngga boleh kaya gitu, harus belajar yg baik"
"Ngga konsen bu....."
"Terus biar konsen gimana ?"
"Jangan sekolah" kataku sambil tertawa.
"Enak aja.... nanti kamu ga bisa kuliah, ga bisa nyari kerja, ga bisa menghidupi ibu"
"Terus gimana dong ? abisnya kangen ibu melulu sih"
"Dasar tukang modus....... " katanya sambil bergerak lepas dari tubuhku.
"Yuk di kamar kamu aja ngobrolnya"
Aku nyengir kegirangan, membuntuti ibu yang melangkah gontai ke kamarku tanpa bercelana.

Ketika ibu duduk di kasurku yang tergelar di lantai, langsung saja kutubruk berusaha membuatnya tidur telentang.
"E..e..e...h.... nanti dulu..." katanya melawan.
"Kenapa bu ?"
Dengan satu tangan, ibu mendorong tubuhku menjauh.
"Sini, kamu tidur telentang"
"Kaya gini ?" kataku sambil merebahkan tubuhku di kasur. Tititku mencuat keatas, berkedut-kedut seiring denyut jantungku.
"Sebentar.... ibu ke kamar dulu..."
"Hah.... ? ngapain ?"
"Sholat" katanya sambil bangkit dan melangkah keluar kamar.
"Loh..... kan belum waktunya ?"
"Diem.... bawel wkwkwkk" katanya

Aku kebingungan, kentang banget. Tapi ternyata ibu tak lama, ia kembali ke kamarku dengan botol kecil di genggaman tangannya.
"Ibu urutin dulu burung kamu ya, biar gede" katanya sambil duduk di sela-sela kakiku yang dibukanya lebar-lebar.
Ibu duduk dengan posisi mengangkang, kedua lututnya naik keatas dengan telapak kaki menapak tepat di sebelah kiri dan kanan kakiku.
Bagian bawah daster Hello Kitty nya terbuka mengangkang. Sebuah pemandangan indah membuat setengah tubuhku naik dengan bertumpu pada kedua sikutku. Mataku menatap selangkangan ibu yang terkangkang. Nanar kupandang celana dalam hitamnya.

Santai sekali ibu membuka tutup botol, men******kan ke telapak tangan yang satunya, menyimpan botol di kasur, lalu menggosok kedua telapak tangannya beberapa kali. Dengan sebelah tangan, ibu memegang pangkal tititku, dan tangan yg lain menumpahkan minyak yg tadi melumuri telapak tangannya ke ujung tititku yg berbentuk helm.
Minyak itu menetes, dan tetesannya mengalis dari ujung tititku ke bagian lehernya.

"Itu minyak apa bu ?"
"Yang jelas bukan minyak jelantah... hehehe"
"Trus apa dong ?"
"Minyak bulus punya bapak"
"Oooh.... " aku manggut-manggutkan kepala dengan badan bagian atas masih setengah terangkat bertahan pada sikut kiri kanan.
Kelima ujung jari ibu menguncup, lalu memegang helm tititku yang berlumuran minyak. Ibu seperti mencomot nasi.

"Nnnnggggggh..............." tiba-tiba saja aku diserang rasa nikmat.
"Enak Ded ?"
Tak sanggup rasanya mengeluarkan suara, jadi hanya kujawab dengan anggukan kepala sambil menahan nafas mengencangkan perut.

"Tapi.... jangan sampai keluar ya... ibu urutin biar burungnya jadi besar"
Aku mengangguk lagi.... tapi buset.... gimana caranya biar ngga keluar ? enak kaya gini kok.
"Kalau berasa mau keluar.... kamu bilang ibu ya biar ibu berhenti dulu"
Aku mengangguk lagi.

Ibu masih mencomot-comot ujung tititku yang berasa ngilu nikmat beberapa kali, mungkin sekitar sepuluh kali. comotan perlahan itu membuat aku melayang seperti ke langit ke tujuh belas.
Pada comotan kesepuluh itu aku bersuara lirih
"Bu.... mau ... keluar...."
"Hah ? bentar banget..... tahan... jangan dikeluarin"
Lalu aku kaget karena ibu mencekik leher tititku keras sekali.
Rasa nikmat itu hilang, berganti rasa kebal.
Ibu terus mencekik hingga sekitar lima detik, lalu melepaskannya.

"Gimana ? masih mau keluar ?"
Kepalaku menggeleng dengan mata nanar menatap celana dalam ibu yang kelihatan seperti menggelembung menyembunyikan gundukan memek.
Aduuh.... pengen banget aku menerobos kesana untuk menciumi memek ibu.

Tangan ibu kembali membentuk sebuah comotan, dan dia mencomoti kepala tititku yang tadi berasa kebal dan ba'al karena dicekik lehernya keras-keras. Sebelah tangan ibu yang satu lagi tetap menahan pangkal tititku.

"Kalau rutin diurut begini, titit kamu bisa jadi besar Ded. Untung umur kamu belum 20 tahun, kalau udah lebih dari 20 tahun hasilnya ngga maksimal"
Aku mengangguk lagi, hilang suaraku karena lemas dicomoti kepala tititku.
Tanpa pemberitahuan, tangan ibu yang mencomot menggelosor dari ujung atas titit yang mengkilap lalu menelusuri sepanjang tititku sampai ke pangkal. Rasanya ? kok seperti sedang masuk ke dalam liang senggama..... enak sekali.
"Aaaaaahhhhk......." aku merintih, ibu tersenyum.

Sekitar sepuluh kali dia melakukan itu, sampai aku setengah teriak bilang ke ibu.
"Ke...luar..... bu..." dan memang kurasakan kenikmatan itu menjalar dari tulang belakangku mengalir ke lobang pantatku yang menguncup, terus mengalir ke buah zakar, ke batang titit, dan begitu mau sampai ke ujung tititku yang berasa mau meledak..... ibu melepaskan urutannya.

Plong...... rasa nikmat itu tiba-tiba hilang. Tangan ibu dua-duanya lepas dari sana, meninggalkan tititku yang berkedut seirama denyut jantung. Yah... ngga jadi keluar.

"Yah.... ibu......"
Ibu tertawa ringan.
"Kata ibu juga jangan keluar.... nanti burungnya ngga bisa besar kalo lagi diurut belum selesai gini trus kamu keluar"
"Gitu ya....." ada sedikit perasaan sesal kenapa ngga dikeluarin aja. Kentang banget rasanya.

Ibu berhenti sekitar satu menit. Dalam satu menit itu aku manfaatkan untuk melihat kebalik daster babydoll Hello Kitty yang dikenakan ibu. Memuaskan diri melihat gundukan memek ibu yang sepertinya menggiurkan.

Berikutnya, ibu kembali memegang pangkal tititku dan sebelah tangan yang satu lagi mengurut suatu titik tepat bawah pangkal tititku di tengah-tengah pertemuan kedua buah zakar. Geli, dan ada rasa nikmat juga disana. Tititku tambah kencang, sampai kelihatannya kok tambah besar ya.
"Nah kan... tambah besar" bisik ibu.

Tepat setelah ibu bilang itu, sekarang dengan kedua jempol ia mulai menguruti titit tegangku dari pangkalnya perlahan naik menuju keatas, bergantian dengan gerakan jempol agak memutar. Yang satu searah jarum jam, dan yang satu lagi berlawanan. Teruuuuus..... dari pangkal perlahan merayap ke sepanjang batangnya.... sampai ke leher.... lalu balik lagi ke bawah.

Entah berapa kali dilakukannya, aku kehilangan kesadaran untuk menghitung. Hanya sanggup mengejangkan kedua kaki dan jari-jarinya menahan rasa yang enak.

Berikutnya lagi, satu tangan ibu menahan kembali di pangkal lalu jari telunjuk, jari tengah, dan jempolnya membentuk lingkaran, mencekik tititku di pangkal juga, lalu bergerak sekitar dua centimeter keatas, berhenti disana, dan memencet-mencet batang tititku dengan cara mengencangkan erat-erat lingkaran jemarinya.
Dengan gerakan tersebut, kepala tititku terlihat membesar dan mengecil seiring dengan mengendur dan mengencangnya lingkar jemari ibu. Dan kepala tititku penuh oleh aliran darah yang mengumpul disana, membuatnya membonggol besar.
"Tuh tambah besar helmnya"

Dari situ, lingkar jemari ibu bergerak lagi mengurut ke bagian leher titit. Kemudian melakukan hal yang sama tepat dibawah helmnya. Mengendur, mengencang, mengendur, mengencang. Kepala tititku sekarang bukang coklat lagi warnanya, tapi bersemu ungu dan sangat mengkilap. Membonggol besar. Tambah besar.
Tiba-tiba tengah mencekik itu, tangan ibu mengendur, tapi jempolnya bergerak naik keatas helmnya, melewati lobang pipis, berulangkali.

Rasanya aku seperti anak tikus yang sedang dipermainkan oleh induk kucing. Aku dibuat tak berdaya mengalami nikmat yang bergulung-gulung bercampur rasa ngilu, tetapi seperti ada yang menghalangiku untuk bisa keluar memuncratkan sperma. Seperti hendak menelan es krim yang sangat lezat namun berhenti di tenggorokan, tidak tertelan dan tidak termuntahkan. Ngambang tapi nikmatnya terasa lama. Seperti berada di batas antara mau keluar dan tidak. Di ujuuuung sekali, tapi tidak keluar. Aku bertahan sekitar sepulh detik dalam perasaan melayang itu.

Dan ibu melanjutkan gerakan itu sekarang dengan gerakan mengocok pelan. Tetapi setiap aku berteriak lirih mau keluar, ibu menghentikan gerakan.
"Makin sering kamu menahan keluarnya sperma saat berasa mau keluar, maka hormon testosterone kamu makin mengalir deras diproduksi biji zakarmu"
Aku cuman bisa mengangguk angguk mendengar penjelasan ibu.
"Laki-laki itu sangat dipengaruhi hormon testosterone, jadi makin mengalir deras maka laki-laki akan semakin jantan, otot-ototnya akan membesar, dan titit kamu yang peredaran darahnya sudah lancar ibu urut juga ikut membesar"
Sambung ibu menjelaskan lebih jauh lagi.
"Bapakmu dulu juga ukurannya biasa aja, tapi tiap hari dia minta ibu urut. Dan sekarang ukurannya luar biasa besar. Tapi ibu malah kewalahan"
Aku diam mendengarkan sambil berfikir, rupanya punya bapak besar karena diurut ibu.
"Kok ibu tau..... cara ngurut...?"
Ibu senyum.
"Buyut kamu dulu tukang urut...... terkenal dengan nama Mak Urat"
Hah ? masa sih ?
Sering aku dengar si Herman ngomongin klinik Mak Urat tempat membesarkan titit. Rupanya ibu masih keturunannya.
Pantas saja....... ah..... beruntungnya aku.

Pikiranku sedang menerawang kemana-mana sambil menikmati memandang gundukan celana dalam ibu ketika ibu tiba-tiba melapaskan kedua tangannya.
"Udah....... selesai...... besok diurut lagi" katanya sambil berusaha bangkit dari duduknya.
Rasa nikmat yang luar biasa, pemandangan gundukan memek ibu yang luar biasa, semua tiba-tiba hilangg.

"Loh.... kok... udah bu ?"
"Ya iyalah udah, ngga boleh terlalu lama. Cukup dua puluh menit sehari kok. Kalau kelamaan bahaya malah"
"Tapi....... Dedi mau ngobrol......"
"Ngobrolin apa ??" tanya ibu
"Ngobrol... kaya waktu itu.........." raut mukaku memberengut cemberut berkerut-kerut.

"Ooooh...... nanti malem ya.... ibu mau sholat... lagian kalau abis diurut ngga boleh ngobrol dulu beberapa jam"

Yah... kentang buuuuuuuuuuuuuuuuu........

Aku tergeletak lemas memikirkan bahwa sekarang aku belum boleh ngobrol sama ibu.